Teori Berguru Dan Pembelajaran
Monday, October 14, 2019
Edit
Teori merupakan serangkaian belahan atau variabel, definisi, dan dalil yang saling bekerjasama yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), berguru merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), berguru merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat aneka macam unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan berdasarkan Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian berguru yaitu proses yang dilakukan oleh insan untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara sedikit demi sedikit dan berkelanjutan mulai dari masa bayi hingga masa renta melalui rangkaian proses berguru sepanjang hayat.
Dengan demikian belajar dapat sdisimpulkan rangkaian kegiatan atau acara yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh alasannya yaitu itu apabila sehabis berguru peserta didik tidak ada perubahan tingkah laris yang positif dalam arti tidak mempunyai kecakapan gres serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka sanggup dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Adapun yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses berguru pada siswa. Sedangkan berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2003 wacana Sisdiknas, pembelajaran yaitu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkingan belajar.
========================================
========================================
Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan proteksi yang diberikan pendidik semoga sanggup terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Makara sanggup dikatakan Teori berguru merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana insan belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
I. TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF
Menurut Bruner (dalam Degeng,1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran yaitu preskriptif dan deskriptif. Preskriptif lantaran tujuan utama teori pembelajaran yaitu memutuskan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif lantaran tujuan utama teori berguru yaitu menjelaskan proses belajar. Teori berguru menaruh perhatian pada hubungan di antara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain semoga terjadi suatu proses belajar.
Teori pembelajaran yang deskriptif menempatkan kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memperlihatkan hasil pembelajaran sebagai variable yang diamati. Atau, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai variable tergantung. Sedangkan teori pembelajran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan sebagai variable yang diamati, atau metode pembelajaran sebagi variable tergantung.
Teori preskriptif yaitu goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif yaitu goal free (untuk memperlihatkan hasil).Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembeajaran yang preskriptif yaitu metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variable yang diamati yaitu hasil sebagai imbas dari interaksi antara metode dan kondisi.
Hasil pembelajaran yang diamati dalam pengembangan teori preskriptif yaitu hasil pembelajaran yang diinginkan (desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih dulu, sedangkan dalam pengembangan teori deskriptif, yang diamati yaitu hasil pembelajaran yang nyata (actual outcomes), hasil pembelajaran yang mungkin muncul, dan bisa jadi bukan merupakan hasil pembelajaran yang diinginkan. Secara singkat sanggup dikatakan bahwa teori pembelajaran preskriptif berisi seperangkat preskripsi guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di bawah kondisi tettentu, sedangkan teori pembelajarn deskriptif berisi deskripsi mengenai hasil pembelajaran yang muncul sebagai akhir dari digunakannya metode tertentu di bawah kondisi tertentu.
II. TEORI BEHAVIORISTIK
Menurut teori behavioristik, berguru yaitu perubahan tingkah laris sebagai akhir adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, berguru merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laris dengan cara yang gres sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia sanggup memperlihatkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting yaitu input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan lantaran tidak sanggup diamati dan tidak sanggup diukur. Yang sanggup diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh alasannya yaitu itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus sanggup diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, alasannya yaitu pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laris tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting yaitu faktor penguatan. Penguatan yaitu apa saja yang sanggup memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, berguru merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laris merupakan akhir dari kegiatan berguru yang berwujud konkrit yaitu sanggup diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak sanggup diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, berguru merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laris yang sanggup diamati dan sanggup diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak sanggup menjelaskan apakah seseorang telah berguru atau belum lantaran tidak sanggup diamati.
3. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian wacana belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, menyerupai teori evolusi, semua fungsi tingkah laris bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh alasannya yaitu itu, teori ini menyampaikan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis yaitu penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh belahan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin sanggup majemuk bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus bekerjasama dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, semoga respon yang muncul sifatnya lebih berpengaruh dan bahkan menetap, maka diharapkan aneka macam macam stimulus yang bekerjasama dengan respon tersebut.
5. Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner wacana berguru bisa mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia bisa menjelaskan konsep berguru secara sederhana, namun sanggup memperlihatkan konsepnya wacana berguru secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa berguru semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa aturan berguru yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) berdasarkan Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa kalau sebuah respons menghasilkan imbas yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan imbas yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada perkiraan bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, kalau sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning berdasarkan Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni aturan pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni aturan pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning berdasarkan B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
3. Law of operant conditining yaitu kalau timbulnya sikap diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan sikap tersebut akan meningkat.
4. Law of operant extinction yaitu kalau timbulnya sikap operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan sikap tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant yaitu sejumlah sikap yang membawa imbas yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh imbas yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri intinya yaitu stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya menyerupai dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori berguru sosial atau disebut juga teori observational learning yaitu sebuah teori berguru yang relatif masih gres dibandingkan dengan teori-teori berguru lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akhir reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan denah kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar berguru berdasarkan teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam berguru sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian pola sikap (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan sikap sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang menyebarkan teori berguru behavioristik ini, menyerupai : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak harmonis (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi berguru yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini yaitu aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya sikap yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang berguru sebagai individu yang pasif. Respon atau sikap tertentu sanggup dibuat lantaran dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya sikap akan semakin berpengaruh bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga kini masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan terang pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, menyerupai Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan hingga di Perguruan Tinggi, pembentukan sikap dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau eksekusi masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang berguru harus dihadapkan pada aturan-aturan yang terang dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori berguru behavioristik, yaitu
a) Belajar yaitu perubahan tingkah laku.
b) Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia telah bisa memperlihatkan perubahan tingkah laku.
c) Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon .
d) sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting alasannya yaitu tidak bisa diukur dan diamati.
e) Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
f) Penguatan yaitu faktor penting dalam belajar.
g) Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin berpengaruh , demikian juga kalau respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan berguru ditekankan sebagai acara “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan penilaian menekankan pada hasil, dan penilaian menuntut satu balasan yang benar. Jawaban yang benar memperlihatkan bahwa siswa telah menuntaskan kiprah belajarnya.
III. TEORI KOGNITIF
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses berguru dari pada hasil belajarnya. Teori ini menyampaikan bahwa berguru tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laris seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya wacana situasi yang bekerjasama dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling bekerjasama dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa berguru merupakan suatu proses internal yang meliputi ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan acara yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Prinsip umum teori Belajar Kognitif, antara lain:
a. Lebih mementingkan proses berguru daripada hasil
b. DIsebut model perseptual
c. Tingkah laris seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya wacana situasi yang bekerjasama dengan tujuan belajarnya
d. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu sanggup terlihat sebagai tingkah laris yang nampak
e. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f. Belajar merupakan suatu proses internal yang meliputi ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g. Belajar merupakan acara yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
h. Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki berguru (Gagne), Webteaching (Norman)
i. Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j. Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks
k. Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, lantaran sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.
Beberapa pandangan wacana teori kognitif, diantaranya:
1. Teori perkembangan Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai tumpuan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori wacana tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang sanggup didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses berguru akan terjadi kalau mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a. Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah.
b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini yaitu penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c. Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini yaitu sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang terang dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini yaitu anak sudah bisa berpikir abnormal dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, yaitu sebagai berikut:
1) Perkembangan kognitif merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf
2) Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak yangb berbeda usia akan berbeda secara kualitatif
3) Proses pembiasaan mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan asimilasi
4) Asimilasi yaitu proses perubahan apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif. (apabila individu mendapatkan infomasi atau pengalaman gres maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyai)
5) Akomodasi yaitu proses perubahan struktur kognitif sehingga sanggup dipahami (apabila struktur kognitif yang sudah dimiliki harus diubahsuaikan dengan informasi yang diterima).
6) Proses berguru akan terjadi kalau mengikuti tahap-tahap asimilasi, fasilitas dan ekuilibrasi (penyeimbangan)
7) Asimilasi (proses penyatuan informasi gres ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi)
8) Seorang anak sudah mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara pengurangan (telah dikuasai)dan pembagian (info baru) inilah asimilasi.
9) Jika anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak sudah sanggup mengaplikasikan atau menggunakan prinsip pembagian dalam situasi baru
10)Proses penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut ekuilibrasi
11)Proses berguru akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
12)Tahap sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn), operasional formal (12-18 thn)
13)Hanya dengan mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi dan fasilitas pengatahuan dan pengalaman sanggup terjadi dengan baik
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran yaitu :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh lantaran itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan berguru lebih baik apabila sanggup menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak semoga sanggup berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan gres tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang semoga anak berguru sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, belum dewasa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
2. Teori berguru berdasarkan Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya imbas kebudayaan terhadap tingkah laris seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia menyampaikan bahwa proses berguru akan berjalan dengan baik dan kreatif kalau guru memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang sanggup ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Model pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang menyebarkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, alasannya yaitu setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan mekanisme yang harus dipahami sebelum seseorang sanggup belajar. Cara yang baik untuk berguru yaitu memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan kesannya hingga pada suatu kesimpulan (discovery learning).
Beberapa prinsip teori Bruner adalah:
1) Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang
2) Peningkatan pengatahun bergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realistis
3) Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain
4) Interaksi secara sistematis diharapkan antara pembimbing, guru dan anak untuk perkembangan kognitifnya
5) Bahasa yaitu kunci perkembangan kognitif
6) Perkembangan kognitif ditandai denfgan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa alternatisf secara simultan, menentukan tindakan yang tepat.
7) Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
8) Enaktif yaitu tahap kalau seseorang melaksanakan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk emmahami lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)
9) Ikonik, yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi lisan (anak berguru melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan
10)Simbolik yaitu tahap seseorang telah bisa mempunyai ide-ide atau gagasan abnormal yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak berguru melalui simbol bahasa, logika, matematika)
11)Model pemahaman dan inovasi konsep
12)Cara yang baik untuk berguru yaitu memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui proses intuitif untuk kesannya hingga pada kesimpulan (discovery learning)
13)Siswa diberi kekebasan untuk belajar sendiri melalui acara menemukan (discovery)
3. Teori berguru bermakna Ausubel
Menurut Ausubel, berguru seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan gres merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat berguru berdasarkan teori kognitif merupakan suatu acara berguru yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau dengan kata lain, berguru merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laris yang sanggup diamati atau diukur. Dengan perkiraan bahwa setiap orang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilkinya. Proses berguru akan berjalan dengan baik kalau materi pelajaran atau informasi gres menyesuaikan diri dengan struktur kognitif tang telah dimiliki seseorang.
Beberapa Prinsip Teori Ausubel adalah
1) Proses berguru akan terjadi kalau seseorang bisa mengasimilasikan pengetahuan yang tlah dimilikinya dengan pengetahuan baru
2) Proses berguru akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memamahi makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami
3) Siswa lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif (konsep advance organizer)
Adapun aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran :
a. Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan
b. Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan retensi berguru perlu mengaitkan pengetahuan gres dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
c. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
d. Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan lantaran faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar.
IV. TEORI KONSTRUKTIVISTIK
Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain teori ini memperlihatkan keaktifan terhadap siswa untuk berguru menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diharapkan guna menyebarkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir wacana pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta sanggup membuat lingkungan berguru yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan berdasarkan konstruktivistik memandang subyek untuk aktif membuat struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan proteksi struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan diubahsuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa berguru yaitu tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk menyebarkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses berguru bagaimana berguru itu.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng menyampaikan bahwa pengetahuan yaitu non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, acara kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan semoga si berguru termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si berguru akan mempunyai pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang digunakan dalam menginterpretasikannya.
Teori ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya renta tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berkhasiat untuk menghadapi dan memecahkan problem atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Unsur-unsur penting dalam teori konstruktivistik:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman berguru yang autentik dan bermakna
3. Adanya lingkungan social yang kondusif
4. Adanya dorongan semoga siswa mandiri
5. Adanya perjuangan untuk mengenalkan siswa wacana dunia ilmiah
Secara garis besar, prinsip-prinsip teori konstruktivistik yaitu sebagai berikut:
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2) Pengetahuan tidak sanggup dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3) Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi semoga proses konstruksi berjalan lancar.
5) Menghadapi kasus yang relevan dengan siswa.
6) Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7) Mencari dan menilai pendapat siswa.
8) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses berguru konstrutivistik sanggup dilihat dari aneka macam aspek, yaitu:
1. Proses berguru konstruktivistik
Esensi dari teori konstruktivistik yaitu siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan berguru mengajar.
2. Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasiitator. Karena berguru merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, acara kolaboratif, refleksi serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3. Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan semoga berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4. Sarana belajar
Sarana berguru dibutuhkan siswa untuk menyebarkan pengetahuan yang telah diperoleh semoga mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5. Evaluasi hasil belajar
Evaluasi merupakan belahan utuh dari berguru yang menekankan pada ketrampilan proses baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita sanggup mengetahui seberapa besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
a. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
b. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru gotong royong siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia yaitu kompleks, dimana terjadi majemuk pandangan wacana kebenaran yang datangnya dari aneka macam interpretasi.
d. Guru mengakui bahwa proses berguru serta penilaianya merupakan suatu perjuangan yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak gampang dikelola.
Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
e. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
f. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
g. Guru gotong royong siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia yaitu kompleks, dimana terjadi majemuk pandangan wacana kebenaran yang datangnya dari aneka macam interpretasi.
h. Guru mengakui bahwa proses berguru serta penilaianya merupakan suatu perjuangan yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak gampang dikelola.
V. TEORI HUMANISTIK
Menurut teori humanistik, proses berguru harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan insan itu sendiri. Oleh alasannya yaitu itu, teori berguru humanistik sifatnya lebih abnormal dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses berguru itu sendiri serta lebih banyak berbiacara wacana konsep-konsep pendidikan untuk membentuk insan yang dicita-citakan, serta wacana proses berguru dalam bentuk yang paling ideal.
Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam insiden belajar, alasannya yaitu tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan gres ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistic beropini bahwa teori berguru apapun sanggup dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan insan yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Teori humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan aneka macam teori berguru dengan tujuan untuk memanusiakan insan dan mencapai tujuan yang diinginkan lantaran tidak sanggup disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya:
1. Kolb
Pandangan Kolb wacana berguru dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
a. Tahap pandangan konkret
Pada tahap ini seseorang bisa atau sanggup mengalami suatu insiden atau suatu insiden sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran wacana hakikat dari insiden tersebut,
b. Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini seseorang semakin usang akan semakin bisa melaksanakan observasi secara aktif terhadap insiden yang dialaminya dan lebih berkembang.
c. Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, menyebarkan suatu teori, konsep, atau aturan dan mekanisme wacana sesuatu yang menjadi objek perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d. Tahap eksperimentasi aktif
Pada tahap ini seseorang sudah bisa mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
2. Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang berguru ke dalam empat macam atau golongan, yaitu:
a. Kelompok aktivis
Yaitu mereka yang bahagia melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam aneka macam kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
b. Kelompok reflector
Yaitu mereka yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam melaksanakan suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
c. Kelompok teoris
Yaitu mereka yang mempunyai kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d. Kelompok pragmatis
Yaitu mereka yang mempunyai sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
3. Habermas
Menurut Habernas, berguru gres akan tejadi kalau ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia membagi tipe berguru menjadi tiga, yaitu:
a. Belajar teknis (technical learning)
Yaitu berguru bagaimana seseorang sanggup berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b. Belajar mudah (practical learning)
Yaitu berguru bagaimana seseorang sanggup berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c. Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu berguru yang menekankan upaya semoga seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan sosialnya.
4. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathmohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), sehabis melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
a. Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
b. Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1) Peniruan
2) Penggunaan
3) Ketepatan
4) Perangkaian
5) Naturalisasi
c. Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1) Pengenalan
2) Merespon
3) Penghargaan
4) Pengorganisasian
5) Pengalaman
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah berguru pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik lantaran sulit diterapkan dalam konteks yang lebih mudah dan dianggap lebih bersahabat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya sanggup membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.
Dalam praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
VI. TEORI SIBERNETIK
Teori berguru sibernetik merupakan teori berguru yang relatif gres dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, berguru yaitu pengolahan informasi. Proses berguru memang penting dalam teori ini, namun yang lebih penting yaitu system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain yaitu bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara berguru sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh dengan beberapa teori, diantaranya:
1. Teori pemrosesan informasi
Pada teori ini, komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga komponen itu adalah:
a. Sensory Receptor (SR)
SR merupakan sel daerah pertama kali informasi diterima dari luar.
b. Working Memory (WM)
WM diasumsikan bisa menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM yaitu :
1) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya bisa bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa adanya upaya pengulangan (rehearsal).
2) Informasi sanggup disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun semantic, yang dipengaruhi oleh kiprah proses kontrol dan seseorang sanggup dengan sadar mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
LTM diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah dimilki oleh individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini yaitu bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diharapkan untuk mencapai hasil berguru dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal yaitu rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
2. Teori berguru berdasarkan Landa
Dalam teori ini Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu:
a. Proses berpikir algoritmik
Yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, menuju ke satu sasaran tujuan tertentu.
b. Proses berpikir heuristik
Yaitu cara berpikir devergen yang menuju ke beberapa sasaran tujuan sekaligus.
Menurut Landa proses berguru akan berjalan dengan baik kalau materi pelajaran yang hendak dipelajari atau kasus yang hendak dipecahkan diketahui cirri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, sedangkan materi pelajaran lainnya akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.
3. Teori berguru berdasarkan Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott ada dua macam cara berpikir, yaitu:
a. Cara berpikir serialis
Cara berpikir ini hampir sama dengan cara berpikir algoritmik. Yaitu berpikir menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.
b. Cara berpikir menyeluruh atau wholist
Cara berpikir yang cenderung melompat ke depan, eksklusif ke citra lengkap sebuah sistem informasi atau mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal yang lebih khusus.
Teori berguru pengolahan informasi termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa berguru yaitu proses internal yang tidak sanggup diamati secara eksklusif dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja insan mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan memori kerja tersebut sanggup diatur sesuai dengan:
a. Kapabilitas belajar
b. Peristiwa pembelajaran
c. Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap sebernetik sebagai teori berguru sering kali dikritik lantaran lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses berguru berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini memandang insan sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa insan merupakan makhluk yang bisa mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
VII. TEORI REVOLUSI SOSIOKULTURAL
Pembahasan pada teori ini diarahkan pada hal-hal menyerupai teori berguru Piagetin dan teori berguru Vygotsky. Berikut ini pembahasan wacana kedua teori tersebut.
1. Teori Belajar Piagetin
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan syaraf. Kegiatan berguru terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang. Perolehan kecakapan intelektual akan bekerjasama dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena gres sebagai pengalaman dan persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan atau equilibrasi, seseorang harus melaksanakan pembiasaan dengan lingkungannya. Proses pembiasaan terdiri dari asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan gres dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya.sedangkan melalui fasilitas siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini bisa berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang sanggup menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran kalau dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural ketika ini. Dilihat dari asal undangan pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan social. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial.
Di samping itu, dalam kegiatan berguru Piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori ini kalau diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang sedang diupayakan ketika ini.
2. Teori Belajar Vygotsky
Pandangan yang bisa mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural dalam teori berguru dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia menyampaikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal undangan tindakan sadarnya, dari interaksi social yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Mekanisme teori yang digunakan untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya yaitu gejala atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan insan sebagai daerah berlangsungnya proses mental.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat sekunder. Artinya, pengetahuan dan perkembangn kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Konsep-konsep penting teori sociogenesis Vygotsky wacana perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam teori berguru dan pembelajaran adalah:
a. Hukum genetik wacana perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial daerah orang-orang memebentuk lingkungan sosialnya, dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan. Pandang teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.
b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Menurut Vygotsky, perkembangan kemampuan seseorang sanggup dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan faktual dan perkembangan potensial. Tingkat perkembangan faktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menuntaskan tugas-tugas atau memecahkan aneka macam kasus secara mandiri. Ini disebut kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menuntaskan tugas-tugas dan memecahkan kasus ketika di bawah bimbingan orang sampaumur atau ketika berkolaborasi dengan sahabat sebaya yang lebih kompeten, ini disebut kemampuan itermental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan faktual dan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Gagasan Vygotsky wacana zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori berguru dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat yaitu bahwa perkembangan dan berguru bersifat interdependen atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak sanggup dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai mendasar dalam berguru yaitu partisipasi dalam kegiatan sosial.
c. Mediasi
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi metakognitif yaitu penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melaksanakan regulasi diri, meliputi self planning, self-monitoring, self-checking, dan self-evaluating. Sedangkan mediasi kognitif yaitu penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan kasus yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem serta berkaitan pula dengan konsep impulsif (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Pendekatan kognitif dalam berguru dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang sanggup menimbulkan implikasi kontraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, lantaran lebih mencerminkan ideologi
VIII. TEORI BELAJAR GESTALT
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt yaitu bahwa obyek atau insiden tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan sanggup dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek menyerupai ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang mempunyai kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat perkiraan yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan sikap “Molecular”. Perilaku “Molecular” yaitu sikap dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan sikap “Molar” yaitu sikap dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola yaitu beberapa sikap “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan sikap “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari sikap ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis yaitu lingkungan yang bekerjsama ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seperti sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu belahan peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, menyerupai : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya yaitu pola dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak menyerupai gunung atau hewan tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris yaitu merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memperlihatkan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik mempunyai kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin terang makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi kasus dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya mempunyai makna yang terang dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa sikap terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akhir hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif kalau peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh lantaran itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah acara pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa sikap individu mempunyai keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh lantaran itu, materi yang diajarkan hendaknya mempunyai keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola sikap dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer berguru terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer berguru akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu problem dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan kasus dalam situasi lain. Oleh lantaran itu, guru hendaknya sanggup membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
IX. TEORI KECERDASAN GANDA
Kecerdasan yaitu suatu kemampuan untuk memecahkan kasus atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Seseorang dikatakan cerdas bila ia sanggup memecahkan kasus yang dihadapi dalam hidupnya dan bisa menghasilkan sesuatu yang berharga atau berkhasiat bagi dirinya maupun umat manusia. Howard Gardner memperkenalkan hasil penelitiannya yang berkaitan dengan teori kecerdasan ganda, yaitu teorinya wacana menghilangkan anggapan yang ada selama ini wacana kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa tidak ada satupun kegiatan insan yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang ada. Semua kecerdasan tersebut bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya tentu saja berbeda-beda pada masing-masing orang. Namun kecerdasan tersebut sanggup diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah. Berikut ini beberapa kecerdasan manusia, yaitu:
1) Kecerdasan verbal/Bahasa (verbal linguistic intelligence)
2) Kecerdasan logika/matematik (logical mathematical intelligence)
3) Kecerdasan visual/ruang (visual/spatial intelligence)
4) Kecerdasan tubuh/gerak badan (body/kinesthic intelligence)
5) Kecerdasan musical/ritmik (musical/rhythmic intelligence)
6) Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence)
7) Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence)
8) Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence)
9) Kecerdasan spiritual (spiritualist intelligence)
10) Kecerdasan eksistensial (exsistensialist intelligence)
Pada dasarnya semua orang memilki semua macam kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama, sehingga tidak sanggup digunakan secara efektif. Pada umumnya satu kecerdasan lebih menonjol/kuat dari pada yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa hal itu bersifat permanen/tetap. Di dalam diri insan tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan tersebut.
Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memperlihatkan tekanan tehadap kecerdasan hanya terbatas pada aspek kognitif, sehingga insan telah tereduksi menjadi sekedar komponen kognitif. Gardner melaksanakan hal yang berbeda, ia memandang insan tidak hanya sekedar komponen kognitif namun suatu keseluruhan. Melalui kecerdasan ganda (multiple intelligence) ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap insan dari sudut pandang kecerdasan. Tidak ada insan yang sangat cerdas dan tidak cerdas untuk seluruh aspek yang da pada dirinya. Yang ada yaitu ada insan yang memilki kecerdasan tinggi pada salah satu kecerdasan yang dimilikinya.
Strategi pembelajaran kecerdasan ganda betujuan semoga semua potensi anak sanggup berkembang. Strategi dasar pembelajarannya sanggup dimulai dengan:
1. Membangunkan/memicu kecerdasan (awakening intelligence)
Yaitu upaya untuk mengaktifkan indra dan menghidupkan kerja otak
2. Memperkuat kecerdasan (amplifying intelligence)
Yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan
3. Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan (teaching for with intelligence)
Yaitu upaya-upaya menyebarkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan manusia
4. Mentransfer kecerdasan (transferring intelligence)
Yaitu perjuangan untuk memanfaatkan aneka macam cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pada lingkunga nyata
Sedangkan kegiatan-kegiatannya sanggup dilakukan dengan cara menyediakan studi tour, biografi, pembelajaran teprogram, eksperimen, majalah dinding, serta membaca buku-buku guna untuk menyebarkan kecerdasan ganda. Upaya untuk mengembangakan siswa sendiri sanggup berupa self monitoring dan konseling atau tutor sebaya akan sangat efektif untuk menyebarkan kecerdasan ganda.
Beberapa Referensi
Anni, Catharina, Tri. (2004). Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
H, Djali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
M, Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhibin, Syah. 2002. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Udin S. Winataputra, dkk. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.